Kamis, 05 April 2012

Mengingat Kematian..

0 komentar

Sesungguhnya di antara hal yang membuat jiwa melantur dan mendorongnya kepada berbagai pertarungan yang merugikan dan syahwat yang tercela adalah panjang angan-angan dan lupa akan kematian. Oleh karena itu di antara hal yang dapat mengobati jiwa adalah mengingat kematian yang notabene merupakan konsekuensi dari kesadaran akan keniscayaan keputusan Ilahi, dan pendek angan-angan yang merupakan dampak dari mengingat kematian. Janganlah ada yang menyangka bahwa pendek angan-angan akan menghambat pemakmuran dunia. Persoalannya tidak demikian, bahkan memakmurkan dunia disertai pendek angan-angan justeru akan lebih dekat kepada ibadah, jika bukan ibadah yang murni.
Rasulullah saw bersabda:
الْكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ
“Orang yang cerdas ialah orang yang mengendalikan dirinya dan bekerja untuk kehidupan setelah kematian.” (HR Tirmidzi)
Persiapan untuk menghadapi sesuatu tidak akan terwujud kecuali dengan selalu mengingatnya di dalam hati, sedangkan untuk selalu mengingat di dalam hati tidak akan terwujud kecuali dengan selalu mendangarkan hal-hal yang mengingatkannya dan memperhatikan peringatan-peringatannya sehingga hal itu menjadi dorongan untuk mempersiapkan diri. Kepergian untuk menyambut kehidupan setelah kematian telah dekat masanya sementara umur yang tersisa sangat sedikit dan manusiapun melalaikannya.
اقْتَرَبَ لِلنَّاسِ حِسَابُهُمْ وَهُمْ فِي غَفْلَةٍ مُعْرِضُونَ
“Telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka, sedang mereka berada dalam kelalaian lagi berpaling (daripadanya).” (QS Al-Anbiya 1)
Orang yang tenggelam dengan dunia, gandrung kepada tipu-dayanya dan mencintai syahwatnya tak ayal lagi adalah orang yang hatinya lalai dari mengingat kematian; ia tidak mengingatnya bahkan apabila diingatkan ia tak suka dan menghindarinya. Mereka itulah yang disebutkan Allah di dalam firman-Nya:
قُلْ إِنَّ الْمَوْتَ الَّذِي تَفِرُّونَ مِنْهُ فَإِنَّهُ مُلَاقِيكُمْ ثُمَّ تُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
“Katakanlah, "Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS Al-Jumu’ah 8)
Kemudian manusia ada yang tenggelam ke dalam dunia, ada pula yang bertaubat dan ada pula yang arif.
Pertama: adapun orang yang tenggelam ke dalam dunia, ia tidak mengingat kematian sama sekali. Jika diingatkan ia mengingat semata-mata untuk menyesali dunianya dan sibuk mencelanya. Baginya, mengingat kematian hanya membuat dirinya semakin jauh dari Allah.
Kedua: Adapun orang yang bertaubat, ia banyak mengingat kematian untuk membangkitkan rasa takut dan khawatir pada hatinya lalu ia menyempurnakan taubat dan kadang-kadang tidak menyukai kematian karena takut disergap sebelum terwujud kesempurnaan taubat dan memperbaiki bekal. Dalam hal ini ia dimaafkan dan tidak tergolong ke dalam sabda Nabi saw:
مَنْ كَرِهَ لِقَاءَ اللَّهِ كَرِهَ اللَّهُ لِقَاءَهُ
“Barangsiapa membenci pertemuan dengan Allah, maka Allah membenci pertemuan dengannya.” (HR Bukhari dan Muslim)
Karena sesungguhnya ia tidak membenci kematian dan perjumpaan dengan Allah, tetapi hanya takut tidak dapat berjumpa dengan Allah karena berbagai kekurangan dan keteledorannya. Ia seperti orang yang memperlambat pertemuan dengan kekasihnya karena sibuk mempersiapkan diri untuk menemuinya dalam keadaan yang diridhainya sehingga tidak dianggap membenci pertemuan. Sebagai buktinya ia selalu siap untuk menemuinya dan tidak ada kesibukan selainnya. Jika tidak demikian maka ia termasuk orang yang tenggelam ke dalam dunia.
Ketiga: Sedangkan orang yang ‘arif, ia selalu ingat kematian karena kematian adalah janji pertemuannya dengan kekasihnya. Pecinta tidak akan pernah lupa sama sekali akan janji pertemuan dengan kekasihnya. Pada ghalibnya orang ini menganggap lambat datangnya kematian dan mencintai kedatangannya untuk membebaskan diri dari kampung orang-orang yang bermaksiat dan segera berpindah ke sisi Tuhan alam semesta. Sebagaimana diriwayatkan dari Hudzaifah bahwa ketika menghadapi kematian, ia berkata:
“Kekasih datang dalam kemiskinan, semoga tidak berbahagia orang yang menyesal. Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa kemiskinan lebih aku cintai dari kekayaan, sakit lebih aku cintai dari kesehatan, dan kematian lebih aku cintai dari kehidupan, maka permudahlah kematian atas diriku agar segera dapat berjumpa dengan-Mu”
Jadi, orang yang bertaubat dimaafkan dari sikap tidak menyukai kematian sedangkan orang yang ‘arif dimaafkan dari tindakan mencintai dan mengharapkan kematian. Tingkatan yang lebih tinggi dari keduanya ialah orang yang menyerahkan urusannya kepada Allah sehingga ia tidak memilih kematian atau kehidupan untuk dirinya. Apa yang paling dicintai adalah apa yang paling dicintai kekasihnya. Orang ini melalui cinta dan wala’ yang mendalam berhasil mencapai maqam taslim dan ridha, yang merupakan puncak tujuan. Tetapi bagaimanapun, mengingat kematian tetap memberikan pahala dan keutamaan. Karena orang yang tenggelam ke dalam dunia juga bisa memanfaatkan dzikrul maut untuk mengambil jarak dari dunia sebab dzikrul maut itu membuat dirinya kurang berselera kepada kehidupan dunia dan mengeruhkan kemurnian kelezatannya. Setiap hal yang dapat mengeruhkan kelezatan dan syahwat manusia adalah termasuk sebab keselamatan. Rasulullah saw bersabda:
أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ يَعْنِي الْمَوْتَ
“Perbanyaklah mengingat penghancur berbagai kelezatan, yaitu kematian.”
(HR Tirmidzi, Nasaa’I dan Ibnu Majah)
Artinya, kurangilah berbagai kelezatan dengan mengingat kematian sehingga kegandrungan kamu kepada berbagai kelezatanterputus lalu kamu berkonsentrasi kepada Allah, karena mengingat kematian dapat menghindarkan diri dari kampung tipudaya dan menggiatkan persiapan untuk kehidupan akhirat, sedangkan lalai akan kematian mangakibatkan tenggelam dalam syahwat dunia, sabda Nabi saw:
تحفة المؤمن الموت
“Hadiah orang mu’min adalah kematian.” (HR Thabrani dan al-Hakim)
Nabi saw menegaskan hal ini karena dunia adalah penjara orang mu’min, sebab ia senantiasa berada di dunia dalam keadaan susah mengendalikan dirinya, menempa syahwatnya dan melawan syetannya. Dengan demikian, kematian baginya adalah pembebasan dari siksa ini, dan pembebasan tersebut merupakan hadiah bagi dirinya. Nabi saw bersabda:
الموت كفارة لكل مسلم
“Kematian adalah kafarat bagi setiap muslim.” (HR al-Baihaqi)
Yang dimaksudnya adalah orang muslim sejati yang orang-orang muslim lainnya selamat dari gangguan lidah dan tangannya, yang merealisasikan akhlaq orang-orang mu’min, tidak terkotori oleh berbagai kemaksiatan kecuali beberapa dosa kecil, sebab kematian akan membersihkannya dari dosa-dosa kecil tersebut setelah ia menjauhi dosa-dosa besar dan menunaikan berbagai kewajiban. Sebagian kaum bijak bestari menulis surat kepada salah seorang kawannya:
“Wahai saudaraku hati-hatilah terhadap kematian di kampung ini sebelum kamu berada di sebuah kampung di mana kamu berharap kematian tetapi tidak akan mendapatkannya.”

Kamis, 15 Maret 2012

Hukum Allah

0 komentar
Assalamu'alaikum..

Hai..hai… piye kabare? Ketemu lagi nich? Moga ja g’bosen buat ngepinterin diri qt tentang ISLAM ya?hohohoo Oiya qt mo ngebahas tentang Hukum Syara’ nieh alias Pengaturan 4W1 ama diri qt, ya supaya qt tuh Slamet dunia n akherat. Amiin…Lanjuuuut……..

1. Pengertian Hukum Syara’.
Hukum Syara’ adalah khitab Syari’ ( seruan Allah SWT sebagai pembuat hukum ) yang berkaitan ma perbuatan manusia. Hukum Syara’ tuh isinya kayak perintah, larangan, de el el.

2. Hubungan Hukum Syara’ ma Aqidah (Keimanan).
Ni dari Proses berpikir  Iman  Hukum Syara’( manusia yang terikat ma hukum / aturan Allah SWT dalam kehidupan )  Akhlaq (kepribadian ISLAM )  MUSLIM TERBAIK Dakwah.

Hubungan Aqidah ma Hukum Syara’ yaitu :
Kalo da Hukum Syara’ dibenarkan dulu Aqidahnya. Kalo Aqidah udah baik pastilah akan bisa menerima Hukum Syara’ walaupun masih dalam proses.

3. Sumber-sumber Hukum Syara’
a. AL QUR’AN adalah wahyu yang diturunkan Allah SWT ma Nabi Muhammad SAW melalui Malaikat Jibril yang merupakan petunjuk hidup manusia yang bersifat PASTI / QOTH’IY.
Contoh : Q. S. Al Ahzab : 59 tentang perintah memakai Jilbab.
b. AL HADIST adalah sikap, tingkah laku, dan perbuatan yang datang dari Nabi Muhammad SAW, baik berupa ucapan atau perbuatan n pa ja yang Beliau contohkan patut diteladani yang dapat bersifat QOTH’IY (PASTI) ato DZAANY ( DUGAAN ).
Contoh : Nabi Muhammad SAW menyuruh Asma’ Binti Abu Bakar untuk menutup auratnya n g’boleh pake pakaian yang tipis ( pakaian luar ).
c. IJMA’ SAHABAT adalah kesepakatan para sahabat Rasul setelah wafatnya Rasul dalam ketentuan hukum ato aturan terhadap suatu kasus yang memiliki sifat QOTH’IY ( PASTI ) ato DZAANY ( DUGAAN ).
Contoh : Para sahabat lebih mendahulukan milih Khalifah / pengganti Rasul dari pada memakamkan jenazah Rasul.
d. QIYAS adalah mempersamakan ketentuan atau aturan pada kejadian yang belum ada aturan / hukum dengan kejadian yang telah diatur dalam dalil Al Qur’an dan Al Hadist.
Contoh : Minum khamar adalah haram karena memabukkan trus pada zaman sekarang ada kejadian yaitu penghisapan ganja hal itu juga disebut haram karena memabukkan.
4. Hukum Perbuatan Manusia
Terkait dengan aturan atau hukum Allah berupa :

a. Halal / Wajib yaitu kalo dikerjakan dapat pahala n kalo g’ dikerjakan akan dapat dosa.
Contoh : Jilbab, Sholat 5 Waktu

b. Haram yaitu kalo dikerjakan dapat dosa n kalo g’ dikerjakan akan dapat pahala.
Contoh : Zina, makan daging babi

c. Sunnah yaitu kalo dikerjakan dapat pahala n kalo g’ dikerjakan g’dapat apa-apa.
Contoh : Shalat Dhuha

d. Mubah yaitu boleh dikerjakan juga akan dapat pahala n kalo g’ dikerjakan akan g’dapat dosa.
Contoh : Nonton TV, fa-ce-book-an

e. Makruh yaitu kalo g’ dikerjakan akan dapat pahala.
Contoh : Merokok
5. Hukum Asal benda
Hukum Asal Benda yaitu MUBAH kecuali ada dalil-dalil yang mengharamkannya.
Contoh : Haram Memakan bangkai, darah, binatang berkuku, dan lain-lain.
6. Hukum Syara’ sebagai “Problem Solving”

Hukum Syara’ dapat menyelesaikan seluruh masalah kehidupan. Dan kalo dalam kenyataannnya yang bertentangan ma ISLAM so kenyataan tu harus dicariin solusi sesuai ma ISLAM, bukan aturan Islamnya yang dirubah.
Contoh : RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi masih bikin bingung masyarakat tentang batasan dari pornografi n’ pornoaksi itu sendiri, dengan Hukum Syara’ akanlah sangat jelas mengenai batasan tersebut . Padahal Islam telah mengatur masalah itu. Betul g’?

7. Sifat Hukum Syara’ adalah fixed, bukan fleksibel.
Sifat Hukum Syara’ adalah LUAS ( bisa nyelesaikan masalah kehidupanmu pada tempat dan waktu yang berbeda ), g’ akan berubah / fixed, dan g’ berarti bisa berubah sesuai dengan tempat dan waktu yang ada ( fleksibel ).
Contoh : Pada zaman Rasul diharamkan minum khamr sekarangpun juga tetap haram bila minum khamr. Mo coba?

8. Penerapan Hukum Syara’
ISLAM diterapkan secara menyeluruh / Kaffah n berlaku untuk seluruh manusia ( umat ISLAM atopun Non ISLAM). Untuk itu perlu Negara yang dipimpin khalifah untuk mengatur hukum Islam di negaranya supaya aman n terkendali juga damai sejahterah. Mo bukti?

Contoh : Dulu Daulah Khilafah Islamiyah (Negara Pemerintahan Islam) telah berdiri selama 14 abad yg lalu pd 3 benua (bayangin aja tuh 3 benua hampir 2/3 dunia) dengan Islam diterapkan sebagai system, semua permasalahan umat dapat terpecahkan. Bahkan dari hal tersebut peradaban ISLAM terbangun, segala aturan Allah dapat terjaga untuk diterapkan, bukan seperti pada zaman saat ini. Subhanallah…Jadi pengen nih ISLAM bangkit lagi…Pengen g’?

Ayoo semangat buat bangkitin ISLAM tegak kembali, kalau bukan diri kita lantas siapa lagi, so keep lanjuuttin mahamin ISLAM :)

Taat Kalau Ada Yang Melihat..

0 komentar
Priiit..!!!” teriakan peluit menghentikan seorang pengendara motor yang baru aja nerobos lampu merah. Dengan perasaan cemas, doi segera menghentikan kendaraannya. Kepalanya celingak-celinguk nyari sumber suara peluit. Dari kejauhan tampak tukang gorengan berjalan mendekati doi. Rupanya, tukang gorengan itu polisi yang menyamar. Dengan muka sangar, pak polisi membentak sang pengendara.

“Kenapa kamu nerobos lampu merah?”
“Maaf pak, saya nggak liat.” Jawabnya dengan muka memelas.
“Masa’ lampu merah segede itu nggak keliatan?” hardik pak polisi tanpa belas kasihan.
“Lampu merah sih liat pak. Cuma....” sang pengendara ragu meneruskan kalimatnya.
“Cuma apa?!!”
“Cuma saya nggak liat ada bapak. Hehehe...” jawabnya sambil nyengir.
Gubraks!%##%@#$

Penggalan cerita di atas boleh jadi mewakili mental masyarakat kita kalo udah berurusan dengan aturan. Yup, seperti episode sebuah iklan rokok. “taat kalo cuma ada yang liat”. Di tempat kerja, kalo ada bos atau atasan, sibuk kasak-kusuk ketik sana-sini di depan komputer biar keliatan kerja. Giliran bos udah berlalu, kembali ke aktivitas rutin dengan bermain solitaire, chatting, atau ngotak-ngatik friendster or face-book.

Begitu juga dengan lingkungan sekolah. Dandanan seragam sekolah rapi lengkap dengan bet dan lokasi plus dasi cuma keliatan pas ujian doang. Soalnya kalo nggak gitu, pengawas bakal mengeliminasi kita dari ruang ujian. Berabe dong. Ternyata saat ujian, nggak cuma pakaiannya aja yang rapi, tapi contekan pun nggak kalah rapinya. Sampe-sampe pengawas sulit menemukan jejak-jejak keberadaannya. Tapi giliran pengawas meleng dikit atau permisi ke belakang, langsung deh contekan dengan ukuran font kecil dan tulisan nggak karuan mulai menampakkan diri. Mumpung nggak ada yang liat. Nah lho?

Aturan Islam juga kebagian
Sobat, mental ‘taat kalo diliat’ ternyata mewabah juga pada sikap remaja muslim terhadap hukum Islam. Beberapa aturan Islam yang lengket dalam keseharian kita, masih aja pake pertimbangan ada yang ngawasin apa nggak.

Seperti shalat lima waktu misalnya. Sedih juga kalo kita tahu ternyata masih ada sebagian temen-temen kita yang shalatnya angin-anginan. Kalo disuruh ortu dengan ancaman pemblokiran uang jajan, baru deh mau shalat meski dengan berat hati. Pas lagi bareng bokin yang baru jadian, shalat nggak pernah ketinggalan. Tapi pas nggak disuruh ortu atau nggak terancam pemblokiran uang jajan, shalatnya tergantung mood. Gitu juga pas lagi sendiri tanpa kehadiran pujaan hati, urusan shalat mah entar-entar dulu. Payah deh!

Kewajiban menutup aurat juga mengalami nasib yang sama. Banyak remaja muslimah yang baru mau nutup aurat alias pake kerudung dan pakaian tertutup saat mau ikut pengajian atau pesantren kilat. Nggak enak kalo keliatan ustadz nggak nutup aurat. Ada juga yang rajin pake seragam sekolah yang menutup aurat lantaran diwajibkan sekolah. Diluar itu, mereka kembali ke alamnya yang dijejali trend fashion yang mengumbar aurat dalam berbusana. Sayang ya?

Sobat, mental ‘taat kalo diliat’ ini memang gaswat kalo dibiarkan. Remaja bisa terbiasa jadi munafik. Plus bisa terkontaminasi penyakit riya’ yang seneng dipuji atau diliat orang. Dua sikap ini yang bisa menggerogoti keikhlasan kita dalam beramal kebaikan. Nabi saw. bersabda: “Aku akan memberitahukan beberapa kaum dari umatku. Di hari kiamat mereka datang dengan membawa kebaikan seperti gunung tihamah yang putih. Tapi Allah menjadikannya bagaikan debu yang bertebaran. Tsaubah berkata: “Wahai Rasulullah, sebutkanlah sifat mereka dan jelaskanlah keadaan mereka agar kami tidak termasuk bagian dari mereka sementara kami tidak mengetahuinya.” Rasulullah saw. bersabda: “Ingatlah!, mereka adalah bagian dari saudara kalian dan dari ras kalian. Mereka suka bangun malam sebagaimana kalian, tapi mereka adalah kaum yang jika tidak dilihat oleh siapa pun ketika menghadapi perkara yang diharamkan Allah, maka mereka melanggarnya.” (HR. Ibnu Majah).

Tuh kan sobat, cuma para pengecut yang pantas punya mental ‘taat kalo diliat’. Mungkin aja dia merasa hebat dan jagoan bisa lolos dari pengawasan atas pelanggarannya, tapi sebenernya dia justru berjiwa kerdil yang nggak punya nyali untuk tetep komitmen dengan perilakunya yang terpuji. So, udah deh buang jauh-jauh mental pecundang ini. Atau kamu bakal tekor dunia-akhirat? Ih, amit-amit.
Cuma taat kalo diliat, kenapa?

Mental “taat kalo diliat’ tumbuh subur lantaran empat hal: niat, sanksi, pengawasan, en kesadaran.

Pertama, niat. Kita pasti tau kalo niat selalu ada di balik setiap perbuatan. Terlepas apa niat itu udah direncanain jauh-jauh hari atau spontan. Untuk ketaatan pada aturan, nggak semuanya enjoy jalaninnya. Aturan udah kadung dianggap ngebatasin gerak. Kalo ngadepin aturan, bawaan niatnya jelek mulu. Pikirnya, aturan ada untuk dilanggar, bukan untuk ditaati. Walhasil, kalo niat udah kuat, ngelanggar aturan jadi kebiasaan. Malah perbuatan dosa pun dianggap sepele. Dari sekedar nggak shalat, nggak nutup aurat, sampe jadi pelaku tetap maksiat apa pun. Cuma lantaran nggak ada yang liat. Berabe kan?

Kedua, sanksi. Sebuah aturan bakal tegak en punya power buat ngatur kalo ada sanksi yang tegas. Tanpa itu, orang bisa setengah-setengah taat ama aturan. Jangan mentang-mentang punya duit, aturan bisa dibeli. Sementara yang duitnya pas-pasan, kudu relapaksa hadir di pengadilan. Kalo rasa adil itu pilih kasih, orang nggak ngerasa penting untuk taat aturan. Ya, untuk apa taat, kalo yang nggak taat pun bisa seenaknya ngebeli aturan. Kalo udah begini, taat sama dengan makan ati. Cuapek deeeh!!

Ketiga, pengawasan. Ketegasan sanksi nggak punya arti tanpa pengawasan. Makanya, pengawasan yang kendor terhadap aturan, memancing orang untuk maen curang. Nggak ada polantas alias polisi lalu lintas, berarti ada kesempatan untuk nyari jalan pintas. Payah!

Keempat, kesadaran. Ini gerbang terakhir sebelum seeorang ngelanggar aturan. Niat udah kuat, sanksi nggak ketat, yang ngawasin juga nggak ada di tempat, berarti tinggal selangkah lagi. Kalo dia sadar ada beban moral untuk melanggar atau ngerasa bakal bikin rugi semua pihak, tentu mikir-mikir lagi untuk nggak taat. Sayangnya, beban moral terlalu lemah untuk mencegah pelanggaran. Di zaman nafsi-nafsi kayak sekarang, moral udah jadi almarhum. Yang ada tinggal kepentingan diri sendiri dan cuek dengan sekitarnya. Nggak asyik tuh!

Sobat, dari keempat faktor di atas, yang terakhir kudu dapet perhatiin khusus. Yup, soalnya kalo kesadaran seseorang dilandasi dorongan yang shahih, tentu nggak gampang tergoda melanggar aturan. Mesti niat, sanksi, atau pengawasan udah kondusif. Di sinilah pentingnya kita punya kesadaran shahih yang nggak cuma ngandelin beban moral. Dan itu ada dalam Islam. Yuk!
Allah pasti Ngeliat, Bro!
Sebagai seorang muslim, kita udah sering dengar sifat-sifat Allah yang biasa dikenal dengan sebutan asma’ul husna. Keyakinan terhadap asma’ul husna ini yang mengokohkan keimanan kita kepada Allah Swt. Keimanan yang akan melahirkan kesadaran akan adanya Allah dalam setiap perilaku kita di dunia. Penting nih!
Salah satu sifat Allah yang mulia itu adalah Maha Melihat dan Maha Mengetahui. Itu artinya, Allah bisa melihat dan mengetahui setiap perilaku hambaNya baik di tempat terang maupun tempat yang tersembunyi. Termasuk mengetahui letak semut hitam yang berjalan di atas batu hitam di tengah malam yang gelap gulita. Tuh kan, makhluk kecil yang tak terjangkau penglihatan manusia aja dengan mudah diketahui Allah, gimana kita yang ukurannya beberapa ratus kali lipat dari ukuran semut. Makanya nggak wajar kalo kita selaku muslim merasa nggak ada yang ngawasin perbuatan kita saat berbuat maksiat.
Dalam sebuah kisah pada masa pemerintahan Umar bin Khaththab, terjadilah dialog antara ibu penjual susu dengan putrinya.
“Tidakkah kau campur susu daganganmu dengan air? Subuh telah datang,” kata sang Ibu.
“Bagaimana mungkin aku mencampurnya, sedangkan Amirul Mukminin telah melarang mencampur susu dengan air?” jawab putrinya.
“Orang-orang telah mencampurnya. Kau campur saja. Toh, Amirul Mukminin tidak akan tahu.”
Putrinya menjawab, “Jika Umar tidak tahu, Tuhan Umar pasti tahu. Aku tidak akan mencampurnya karena dia telah melarangnya.”
Dari kisah di atas, kita bisa ambil pelajaran berharga bahwa pengawasan manusia terbatas, namun pengawasan Allah unlimited!

Lolos di dunia, belum tentu di akhirat
Sobat, di antara kita mungkin udah tau celah untuk lolos dari razia polantas. Ada juga yang mahir ngibulin guru biar bisa cabut tepat waktu. Atau mungkin udah terbiasa menghilangkan jejak agar tak terdeteksi oleh pengawasan ortu. Tapi siapa yang jamin kamu bisa sembunyi dari pengawasan Allah? Nggak ada. Kalo kamu ngerasa aman dan bebas ngelanggar aturan Allah cuma lantaran Allah nggak terlihat, siap-siaplah menghadapi rasa takutmu yang menjadi-jadi di akhirat nanti.
Dari Abu Hurairah ra., dari Nabi saw., tentang perkara yang diriwayatkan beliau dari Tuhannya. Allah berfirman: “Demi kemuliaanKu, aku tidak akan menghimpun dua rasa takut dan dua rasa aman pada diri seorang hamba. Jika ia takut kepadaKu di dunia, maka Aku akan memberikannnya rasa aman di hari kiamat. Jika ia merasa aman dariKu di dunia, maka Aku akan memberikan rasa takut kepadanya di hari kiamat.” (HR Ibnu Hibban)
Karena itu, agar kita nggak ngerasa aman dari Allah di dunia, Allah udah ngasih konsekuensi pahala dan dosa untuk ngukur ketaatan kita pada syariatNya. Kalo kita senantiasa taat dan ikhlas dalam ngikutin tuntunan Allah dan RasulNya di hari-hari kita, kita bisa meraih pahala. Sebaliknya, kalo kita melanggar atau taat setengah hati terhadap Allah, dosalah yang kita dapetin. Semuanya bakal diperlihatkan pada kita diakhirat nanti.
Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula. (QS al-Zalzalah [99]: 7-8)

Hanya ada satu cara untuk memperkuat kesadaran akan adanya Allah Ta’ala, yaitu dengan ngaji. Yup, dengan mengaji kita selalu diingatkan akan kebesaran Allah dengan sifat-sifatNya yang mulia, kelengkapan syariatNya untuk mengatur hidup kita, dan kasih sayang Allah bagi hamba-hambaNya yang selalu berusaha untuk taat di segala situasi dan kondisi. Selalu pake ukuran dosa atau pahala sebelum berbuat.

Kini, saatnya kita menguatkan kesadaran kita akan adanya Allah Swt. dan sifat-sifatNya. Cukup mental ‘taat kalo diliat’ hanya ada dalam pariwara aja. Nggak usah ditiru dalam berperilaku. Sebaiknya kita berprinsip: dengan atau tanpa pengawasan dari manusia, kita tetep taat ama aturan Allah. Karena Allah Swt. pasti ngeliat, malaikat Raqib dan Atid selalu mencatat, so, taat syariat nggak kenal tempat.

Rabu, 14 Maret 2012

Mari Berzikir dan Berfikir

0 komentar

تَفَكَّرُوْا فِي خَلْقِ الله وَلاَ تَفَكَّرُوْا فِي اللهِ

Berfikirlah kamu tentang ciptaan Allah, dan janganlah kamu berfikir tentang Zat Allah. [Riwayat Abu Nu’aim]

PROFIL HADIS

Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Nu’aim daripada Ibnu Abbas.  Menurut Syaikh Nasiruddin Al-Bani dalam kitab Sahihul Jami’ish Shaghir (2976)  dan Silsilahtu Ahadis Ash-Sahihah (1788) hadis ini berdarjat hasan.


SYARAH HADIS

Hadis ini membicarakan sifat unik manusia yang membezakannya dengan makhluk lain, iaitu keupayaan berfikir! Hadis ini secara khusus membicarakan tentang keunikan dan kehebatan orang Islam yang (sepatutnya) sentiasa berfikir atau tafakur. Berbekal kemampuan berfikir yang dianugerahkan oleh Allah, manusia berjaya mencipta kemajuan, kemanfaatan, dan kebaikan. Sebaliknya ramai juga manusia yang berfikir yang merosakkan atau befikir lalu merosakkan dan tidak kurang pula yang berfikir hingga menjadi sesat dan menyesatkan.

Hadis Rasulullah SAW ini memberikan formula untuk menyelesaikan dilemma berfikir melalui pendekatan berfikir seimbang yang akan membawa manusia Mukmin kepada kemajuan, kemanfaatan, kebaikan, ketaatan, keimanan, dan ketundukan kepada Allah Ta’ala. Bagi mencapai tujuan itu, Rasulullah SAW memberi formula agar kita tidak salah dalam berfikir. Rasulullah SAW memerintahkan kita untuk berfikir mengenai ciptaan Allah SWT, dan melarang kita berfikir tentang Zat Allah kerana kita tidak akan mampu menjangkaunya, malah boleh menyesatkan dan membinasakan kita.


Keutamaan Berfikir (Fadhāilut Tafakkuri)

Sekurang-kurangnya ada empat keutamaan berfikir, iaitu:

1.     Allah memuji orang-orang yang sentiasa berfikir dan berzikir dalam setiap hal dan keadaan:

    إِنَّ فِى خَلْقِ ٱلسَّمَوَتِ وَٱلْأَرْضِ وَٱخْتِلَفِ ٱلَّيْلِ وَٱلنَّهَارِ لَءَايَتٍۢ لِّأُو۟لِى ٱلْأَلْبَبِ

    Sesungguhnya pada kejadian langit dan bumi, dan pada pertukaran malam dan siang, ada tanda-tanda (kekuasaan, kebijaksanaan, dan keluasan rahmat Allah) bagi orang-orang yang berakal; [Ali-Imran: 190]
   
    ٱلَّذِينَ يَذْكُرُونَ ٱللَّهَ قِيَمًۭا وَقُعُودًۭا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِى خَلْقِ ٱلسَّمَوَتِ وَٱلْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَطِلًۭا سُبْحَنَكَ فَقِنَا عَذَابَ ٱلنَّارِ

    (Iaitu) orang-orang yang menyebut dan mengingati Allah semasa mereka berdiri dan duduk dan semasa mereka berbaring mengiring, dan mereka pula memikirkan tentang kejadian langit dan bumi (sambil berkata): "Wahai Tuhan kami! Tidaklah Engkau menjadikan benda-benda ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami daripada azab neraka. [Ali Imran: 191]

    Sa’id Hawa dalam Al-Mustakhlash Fi Tazkiyatil Anfus berkata,

“Daripada ayat ini kita memahami bahawa kemampuan akal tidak akan ada pada diri manusia kecuali dengan adanya paduan antara zikir dan fikir. Apabila kita mengetahui bahawa kesempurnaan akal bererti kesempurnaan seorang manusia, maka kita boleh memahami peranan penting zikir dan fikir dalam menyucikan jiwa manusia. Oleh kerana itu, para ahli suluk yang berupaya mendekatkan diri kepada Allah sentiasa memadukan antara zikir dan fikir dalam awal perjalanannya menuju Allah. Sebagai contoh, semasa berfikir tentang berbagai hal, mereka mengiringinya dengan tasbih, tahmid, takbir, dan tahlil.”

2.     Berfikir adalah amal yang terbaik dan boleh mendepani ibadah. Ada atsar (kata-kata sahabat),

    حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ،عَنِ الأَعْمَشِ،عَنْ عَمْرِو بْنِ مُرَّةَ ، عَنْ سَالِمِ بْنِ أَبِي الْجَعْدِ،عَنْ أُمِّ الدَّرْدَاءِ،عَنِ أَبِي الدَّرْدَاءِ, قَالَ: تَفَكُّرُ سَاعَةٍ خَيْرٌ مِنْ قِيَامِ لَيْلَةٍ

Telah menceritakan kepada kami Abu Mu’awiyah kepada Al-A’mash, daripada ‘Amr bin Murrah daripada Salim bin AbuJa’di, daripada Ummu Ad-Darda’, kepada Abi Darda’ berkata: “Berfikir sesaat lebih utama daripada ibadah setahun.”

    Kenapa begitu? Kerana berfikir boleh memberi manfaat yang tidak boleh dihasilkan daripada suatu ibadah yang dilakukan selama setahun. Abu Darda’ seorang sahabat yang terkenal sangat a’bid pernah ditanya tentang amalan yang paling utama, ia menjawab, “berfikir.” Dengan berfikir seseorang boleh memahami sesuatu hingga hakikat, dan mengerti manfaat daripada yang mudarat. Dengan berfikir, kita boleh menjangka kemungkinan bahaya hawa nafsu yang tersembunyi dalam diri kita, mengetahui tipu daya syaitan, dan menyedari pujuk rayu duniawi.

3.     Berfikir boleh membawa kita kepada kemuliaan dunia dan akhirat. Ka’ab bin Malik berkata,

    “Barang siapa menghendaki kemuliaan akhirat, maka hendaknyalah ia memperbanyak tafakur.”

    Ibnu Hatim menambah,

    “Dengan merenungi perumpamaan, bertambahlah ilmu pengetahuan; dengan mengingati nikmat Allah, bertambahlah kecintaan kepada-Nya; dan dengan berfikir, bertambahlah ketakwaan kepada-Nya.”
    Imam Syafi’i dalam Mahu’idhatul Mu’minin menegaskan,

    “Milikilah kepandaian bercakap dengan banyak berdiam, dan milikilah kepandaian dalam mengambil keputusan dengan berfikir.”

Tepat sekali kata-kata Imam Syafi’i itu kerana berdiam adalah suatu proses berfikir untuk bercakap secara yang konstruktif, suai manfaat dan mencapai maksud percakapan. Berfikir juga adalah proses membulatkan tekad sebelum membuat sesuatu keputusan.

4.     Berfikir adalah pangkal segala kebaikan. Ibnul Qayyim dalam Miftah Daris Sa’adah berkata,

    “Berfikir akan membuahkan pengetahuan, pengetahuan akan melahirkan perubahan keadaan hati, perubahan keadaan hati akan melahirkan kehendak, kehendak akan melahirkan amal perbuatan. Jadi, berfikir adalah asas dan kunci semua kebaikan. Hal ini boleh menunjukkan kepadamu keutamaan dan kemuliaan berfikir, dan bahawasanya berfikir termasuk amalan hati yang paling utama dan bermanfaat sehingga  dikatakan, ‘Berfikir sesaat lebih baik daripada ibadah setahun’. Berfikir boleh mengubah daripada kelalaian menuju kesedaran, daripada hal-hal yang dibenci Allah menuju hal-hal yang dicintai-Nya, daripada cita-cita dan keserakahan menuju zuhud dan qana’ah, daripada penjara dunia menuju keluasan akhirat, daripada kesempitan kejahilan menuju bentangan ilmu pengetahuan, daripada penyakit syahwat dan cinta kepada dunia menuju kesembuhan rohani dan pendekatan diri kepada Allah, daripada bencana buta, tuli, dan bisu menuju nikmat penglihatan, pendengaran, dan pemahaman tentang Allah, dan daripada berbagai penyakit syubhat menuju keyakinan yang menyejukkan hati dan keimanan yang mententeramkan.”

Buah Berfikir (Natāijut Tafakkuri)

1.     Kita akan mengetahui hikmah dan tujuan penciptaan semua makhluk di langit dan bumi yang akan menambah keimanan dan rasa syukur kita.

أَوَلَمْ يَتَفَكَّرُوا۟ فِىٓ أَنفُسِهِم ۗ مَّا خَلَقَ ٱللَّهُ ٱلسَّمَوَتِ وَٱلْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَآ إِلَّا بِٱلْحَقِّ وَأَجَلٍۢ مُّسَمًّۭى ۗ وَإِنَّ كَثِيرًۭا مِّنَ ٱلنَّاسِ بِلِقَآئِ رَبِّهِمْ لَكَفِرُونَ

Patutkah mereka merasa cukup dengan mengetahui yang demikian sahaja, dan tidak memikirkan dalam hati mereka, (supaya mereka dapat mengetahui), bahawa Allah tidak menciptakan langit dan bumi serta segala yang ada di antara keduanya itu melainkan dengan ada gunanya yang sebenar, dan dengan ada masa penghujungnya yang tertentu, (juga untuk kembali menemui Penciptanya)? Dan sebenarnya banyak di antara manusia, orang-orang yang sungguh ingkar akan pertemuan dengan Tuhannya. [Ar-Rūm: 8]

2.     Kita boleh membezakan mana yang bermanfaat yang mendorong kita bersemangat untuk memperolehnya, dan mana pula yang mudarat supaya kita dapat berusaha menghindarinya.

ئ يَسْـَٔلُونَكَ عَنِ ٱلْخَمْرِ وَٱلْمَيْسِرِ ۖ قُلْ فِيهِمَآ إِثْمٌۭ كَبِيرٌۭ وَمَنَفِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَآ أَكْبَرُ مِن نَّفْعِهِمَا ۗ وَيَسْـَٔلُونَكَ مَاذَا يُنفِقُونَ قُلِ ٱلْعَفْوَ ۗ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ لَكُمُ ٱلْءَايَتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُونَ

Mereka bertanya kepadamu (Wahai Muhammad) mengenai arak dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya ada dosa besar dan ada pula beberapa manfaat bagi manusia tetapi dosa keduanya lebih besar daripada manfaatnya dan mereka bertanya pula kepadamu: Apakah yang mereka akan belanjakan (dermakan)? Katakanlah: "Dermakanlah - apa-apa) yang berlebih daripada keperluan (kamu). Demikianlah Allah menerangkan kepada kamu ayat-ayatNya (keterangan-keterangan hukumNya) supaya kamu berfikir. [Al-Baqarah: 219]

3.     Kita boleh memantapkan keyakinan mengenai sesuatu, dan mengelakkan diri daripada sikap terikut-ikut dengan berbagai pandangan yang tidak Islami.

قُلْ إِنَّمَآ أَعِظُكُم بِوَحِدَةٍۖ أَن تَقُومُوا۟ لِلَّهِ مَثْنَىٰ وَفُرَدَىٰ ثُمَّ تَتَفَكَّرُوا۟ۚ مَا بِصَاحِبِكُم مِّن جِنَّةٍۚ إِنْ هُوَ إِلَّا نَذِيرٌۭ لَّكُم بَيْنَ يَدَىْ عَذَابٍۢ شَدِيدٍۢ

Katakanlah (wahai Muhammad): "Aku hanyalah mengajar dan menasihati kamu dengan satu perkara sahaja, iaitu: hendaklah kamu bersungguh-sungguh berusaha mencari kebenaran kerana Allah semata-mata, sama ada dengan cara berdua (dengan orang lain), atau seorang diri; kemudian hendaklah kamu berfikir sematang-matangnya (untuk mengetahui salah benarnya ajaranKu)". Sebenarnya tidak ada pada (Muhammad) yang menjadi sahabat kamu sebarang penyakit gila (sebagaimana yang dituduh); ia hanyalah seorang Rasul pemberi amaran kepada kamu, sebelum kamu ditimpa azab yang berat (di akhirat). [Saba’: 46]

4.     Kita boleh memperhatikan hak-hak diri kita untuk mendapatkan kebaikan, sehingga tidak hanya berusaha memperbaiki orang lain dan lupa pada diri sendiri.

أَتَأْمُرُونَ ٱلنَّاسَ بِٱلْبِرِّ وَتَنسَوْنَ أَنفُسَكُمْ وَأَنتُمْ تَتْلُونَ ٱلْكِتَبَ ۚ أَفَلَا تَعْقِلُونَ

Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan dirimu (kewajipan) sendiri, pada hal kamu membaca Al-Kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berfikir? [Al-Baqarah: 44]

5.     Kita boleh memahami bahawa akhirat itu lebih utama, dan dunia hanya cara untuk membangun kebahagiaan akhirat.

وَمَآ أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ إِلَّا رِجَالًۭا نُّوحِىٓ إِلَيْهِم مِّنْ أَهْلِ ٱلْقُرَىٰٓ ۗ أَفَلَمْ يَسِيرُوا۟ فِى ٱلْأَرْضِ فَيَنظُرُوا۟ كَيْفَ كَانَ عَقِبَةُ ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ ۗ وَلَدَارُ ٱلْءَاخِرَةِ خَيْرٌۭ لِّلَّذِينَ ٱتَّقَوْا۟ ۗ أَفَلَا تَعْقِلُونَ

Dan tiadalah Kami mengutus Rasul - sebelummu (wahai Muhammad) melainkan orang-orang lelaki daripada penduduk bandar, yang kami wahyukan kepada mereka. Maka mengapa orang-orang (yang tidak mahu beriman) itu tidak mengembara di muka bumi, supaya memerhatikan bagaimana akibat orang-orang kafir yang terdahulu daripada mereka? Dan (ingatlah) sesungguhnya negeri akhirat lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Oleh itu, mengapa kamu (wahai manusia) tidak mahu memikirkannya? [Yusuf: 109]

وَمَآ أُوتِيتُم مِّن شَىْءٍۢ فَمَتَعُ ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا وَزِينَتُهَا ۚ وَمَا عِندَ ٱللَّهِ خَيْرٌۭ وَأَبْقَىٰٓ ۚ أَفَلَا تَعْقِلُونَ

Dan apa jua (harta benda dan lain-lainnya) yang diberikan kepada kamu, maka ia merupakan kesenangan hidup di dunia dan perhiasannya; dalam pada itu, apa jua yang ada di sisi Allah (yang disediakan untuk orang-orang yang beriman dan taat) adalah lebih baik dan lebih kekal; maka mengapa kamu tidak mahu memahaminya? [Al-Qasas: 60].

6.     Kita boleh belajar daripada sejarah kebinasaan umat terdahulu dan menghindari daripada menimpa kita.

أَفَلَمْ يَسِيرُوا۟ فِى ٱلْأَرْضِ فَيَنظُرُوا۟ كَيْفَ كَانَ عَقِبَةُ ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ ۚ دَمَّرَ ٱللَّهُ عَلَيْهِمْ ۖ وَلِلْكَفِرِينَ أَمْثَلُهَا

Maka tidakkah mereka telah mengembara di muka bumi, serta mereka memerhatikan bagaimana akibat orang-orang kafir yang terdahulu daripada mereka? Allah telah menghancurkan orang-orang itu; dan orang-orang kafir (yang menurut jejak mereka) akan beroleh akibat-akibat buruk yang seperti itu. [Muhammad: 10]

7.     Boleh menghindari daripada siksa neraka kerana bila memahami dan mengamalkan ajaran agama dan meninggalkan kemaksiatan dan dosa-dosa, terutama syirik.

‏وَقَالُوا۟ لَوْ كُنَّا نَسْمَعُ أَوْ نَعْقِلُ مَا كُنَّا فِىٓ أَصْحَبِ ٱلسَّعِيرِ

Dan mereka berkata: "Kalaulah kami dahulu mendengar dan memahami (sebagai orang yang mencari kebenaran), tentulah kami tidak termasuk dalam kalangan ahli neraka". (Al-Mulk: 10)

‏أُفٍّۢ لَّكُمْ وَلِمَا تَعْبُدُونَ مِن دُونِ ٱللَّهِ ۖ أَفَلَا تَعْقِلُونَ

"Jijik perasaanku terhadap kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah! Maka mengapa kamu tidak mahu menggunakan akal fikiran kamu?" (Al-Anbiyaa’: 67)


Batasan Berfikir (Dhawabithut Tafakkuri)

Imam Al-Ghazali berkata,

“Ketahuilah bahawa semua yang ada di alam semesta, selain Allah, adalah ciptaan Allah Ta’ala. Setiap atom dan partikel, memiliki keajaiban dan keunikan yang menunjukkan kebijaksanaan, kekuasaan, dan keagungan Allah Ta’ala. Sehingga mustahil untuk menyenaraikannya, kerana seandainya lautan adalah tinta untuk menuliskan semua itu nescaya akan habis sebelum menuliskan sepersepuluhnya saja daripada semua ciptaan dan karya-Nya.”

Jadi, berfikir adalah ibadah yang bebas dan terlepas daripada ikatan segala sesuatu kecuali satu ikatan saja, iaitu berfikir mengenai Zat Allah.

Pada masa berfikir sebenarnya seorang Muslim sedang berusaha meningkatkan ketaatan, menghentikan kemaksiatan, menghancurkan sifat-sifat yang merosakkan dan mengembangkan sifat-sifat konstruktif yang ada dalam dirinya. Bejaya atau tidaknya perkara itu dicapai dipengaruhi banyak faktor, di antaranya: kedalaman ilmu, penumpuan fikiran, keadaan emosi dan rasional, faktor lingkungan, tahap pengetahuan tentang objek berfikir, teladan dan pergaulan, inti pati sesuatu, dan faktor kebiasaan.


Kenapa Kita Dilarang Berfikir Tentang Zat Allah?

1.     Kita tidak akan sanggup menjangkau kadar keagunganNya.

Allah SWT tidak terikat dengan ruang dan waktu. Abdullah bin Mas’ud berkata,

“Bagi Tuhanmu tidak ada malam, tidak pula siang. Cahaya seluruh langit dan bumi berasal daripada cahaya wajah-Nya, dan Dia-lah cahaya langit dan bumi. Pada hari kiamat, ketika Allah datang untuk memberikan keputusan bumi akan tenang oleh cahaya-Nya.

فَاطِرُ ٱلسَّمَوَتِ وَٱلْأَرْضِ ۚ جَعَلَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَجًۭا وَمِنَ ٱلْأَنْعَمِ أَزْوَجًۭا ۖ يَذْرَؤُكُمْ فِيهِ ۚ لَيْسَ كَمِثْلِهِۦ شَىْءٌۭ ۖ وَهُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْبَصِيرُ

Dia lah yang menciptakan langit dan bumi; Ia menjadikan bagi kamu pasangan-pasangan daripada jenis kamu sendiri, dan menjadikan daripada jenis binatang-binatang ternak pasangan-pasangan (bagi bintang-binatang itu); dengan jalan yang demikian dikembangkan-Nya (zuriat keturunan) kamu semua. Tiada sesuatupun yang sebanding dengan (ZatNya, sifat-sifat-Nya, dan pentadbiran-Nya) dan Dia lah Yang Maha Mendengar, lagi Maha Melihat. [Asy-Syūrā: 11]

لَّا تُدْرِكُهُ ٱلْأَبْصَرُ وَهُوَ يُدْرِكُ ٱلْأَبْصَرَ ۖ وَهُوَ ٱللَّطِيفُ ٱلْخَبِيرُ

Ia tidak dapat dilihat dan diliputi oleh penglihatan mata, sedang Ia dapat melihat (dan mengetahui hakikat) segala penglihatan (mata), dan Dia-lah Yang Maha Halus (melayan hamba-hamba-Nya dengan belas kasihan), lagi Maha Mendalam pengetahuanNya. [Al-An’am: 103]

Ibnu Abbas berkata,

“Zat Allah terhalang oleh tirai sifat-sifat-Nya, dan sifat-sifat-Nya terhalang oleh tirai ciptaan-ciptaan-Nya. Bagai mana kamu boleh membayangkan keindahan Zat yang ditutupi dengan sifat-sifat kesempurnaan dan diselimuti oleh sifat-sifat keagungan dan kebesaran.”

2.     Kita akan terjerumus dalam kesesatan dan kebinasan.

Memperlakukan sifat Khalik terhadap makhluk adalah sikap berlebihan (ghulluw) sebagai mana yang dilakukan kaum Rafidhah terhadap Ali RA. Sebaliknya, memperlakukan sifat makhluk terhadap Khalik adalah sikap taqshir seperti yang dilakukan oleh Musyabihhah yang mengatakan Allah memiliki wajah yang sama dengan makhluk, kaki yang sama dengan kaki makhluk, dsb

Sabtu, 03 Maret 2012

Mengenalkan Anak Pada Tauhid

0 komentar


Mengenalkan anak pada tauhid
Oleh: Al Ustadz Ayip Syafruddin
Saat anak mampu berbicara, kenalkanlah pada kalimat tauhid La Ilaaha Illallah, Muhammad Rasulullah, ajari cara mengucapkannya dengan talqin yaitu dengan cara orang tua mengucapkan kalimat tauhid lalu anak menirukannya. Biasakan anak mendengar kalimat thayyibah ( La ilaaha illallah). Dengan sering memperdengarkan kalimat tersebut diharap memudahkan anak untuk menirukannya.
Ajari juga anak mengenal Allah Ta’ala, seperti mengajari bahwa Allah Ta’ala berada diatas langit, Allah Maha Melihat, Allah Maha Mendengar apa saja yang dibicarakan manusia. Dengan ilmu Allah, Dia senantiasa mengawasi makhluk-Nya. Demikian dijelaskan Ibnu Qayyim Al-Jauziyah dalam Tuhfatul wadud bi Ahkamil Maulud.
Dalam hadits Mu’awiyyah bin Hakam As-Sulaimi radhiyallahu ‘anhu, melalui metode dialog, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam mengajari seorang budak anak wanita berkenaan tentang tauhid. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bertanya kepada anak wanita tersebut, “Dimana Allah?”. Anak wanita itu pun menjawab “Allah di atas langit”. Kemudian beliau bertanya lagi, “Siapa saya?” Jawab gadis belia, “Engkau Rasulullah (utusan Allah).” Kemudian Rasulullah memerintahkan agar anak wanita itu dibebaskan dari status budaknya, “Dia seorang mukminah”(HR: Abu Daud No.930) di shahihkan Asy Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah).
Begitulah metode belajar yang di contohkan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, ringan, mengalir dan tidak terkesan kaku. Metode demikian akan mampu menggugah rasa keingin tahuan anak yang lebih luas dan dalam. Anak dibawa untuk berfikir secara ramah dan tidak terkesan memaksa.
Mengajari tauhid merupakan metode para Nabi dan Rasul Allah. Para Nabi dan Rasul Allah menyampaikan kepada ummat tentang tauhid. Bahkan, menyampaikan masalah tauhid adalah perkara yang pertama dan utama, karena dengan memahami dan meyakini perkara tauhid akan menjauhkan diri dari kesyirikan.
Nabi Hud yang diutus kepada kaum ‘Ad, Nabi Shalih yang diutus kepada kaum Tsamud, dan Nabi Syu’aib yang diutus kepada penduduk Madyan, mereka semua para Nabi menyampaikan pesan dakwah tauhid,
أُعْبُدُ اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلآهٍ غَيْرُهُ
“Sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada ilah (sesembahan) bagimu (yang berhak diibadahi) selain-Nya.”(Al-A’raf: 65, 78, 85).

Demikian sunnah para nabi dan rasul, bersemangat dalam menyampaikan dakwah tauhid. Tentu saja, anak yang merupakan buah hati jangan sampai terlupakan untuk diajari tentang tauhid. Tanamkan iman didalam dadanya, semoga sang anak tumbuh menjadi insan yang shalih serta senantiasa mentauhidkan Rabb-nya. Amiin…
Wallahu A’lam.

Selasa, 24 Januari 2012

Keutamaan Iffah dan Bersabar

0 komentar


(ditulis oleh: Al-’Allamah Asy-Syaikh Abdurrahman ibnu Nashir as-Sa’di)
Abu Sa’id al-Khudri z menyampaikan sabda Rasulullah n yang mulia:
وَمَنْ يَسْتَعْفِفْ يُعِفَّهُ اللهُ، وَمَنْ يَسْتَغْنِ يُغْنِهِ اللهُ، وَمَنْ يَتَصَبَّرْ يُصَبِّرْهُ اللهُ، وَمَا أُعْطِيَ أَحَدٌ عَطَاءً خَيْرًا وَأَوْسَعَ مِنَ الصَّبْرِ
“Siapa yang menjaga kehormatan dirinya—dengan tidak meminta kepada manusia dan berambisi untuk beroleh apa yang ada di tangan mereka—Allah l akan menganugerahkan kepadanya iffah (kehormatan diri). Siapa yang merasa cukup, Allah l akan mencukupinya (sehingga jiwanya kaya/merasa cukup dan dibukakan untuknya pintu-pintu rezeki). Siapa yang menyabarkan dirinya, Allah l akan menjadikannya sabar. Tidaklah seseorang diberi pemberian yang lebih baik dan lebih luas daripada kesabaran.” (HR. Al-Bukhari no. 1469 dan Muslim no. 2421)
Hadits yang agung ini terdiri dari empat kalimat yang singkat, namun memuat banyak faedah lagi manfaat.
Pertama: Ucapan Nabi n:
وَمَنْ يَسْتَعْفِفْ يُعِفَّهُ اللهُ
“Siapa yang menjaga kehormatan dirinya—dengan tidak meminta kepada manusia dan berambisi untuk beroleh apa yang ada di tangan mereka—Allah l akan menganugerahkan kepadanya iffah.”
Kedua: Ucapan Nabi n:
وَمَنْ يَسْتَغْنِ يُغْنِهِ اللهُ
“Siapa yang merasa cukup, Allah l akan mencukupinya (sehingga jiwanya kaya/merasa cukup dan dibukakan untuknya pintu-pintu rezeki).”
Dua kalimat di atas saling terkait satu sama lain, karena kesempurnaan seorang hamba ada pada keikhlasannya kepada Allah l, dalam keadaan takut dan berharap serta bergantung kepada-Nya saja. Adapun kepada makhluk, tidak sama sekali. Oleh karena itu, seorang hamba sepantasnya berupaya mewujudkan kesempurnaan ini dan mengamalkan segala sebab yang mengantarkannya kepadanya, sehingga ia benar-benar menjadi hamba Allah l semata, merdeka dari perbudakan makhluk.
Usaha yang bisa dia tempuh adalah memaksa jiwanya melakukan dua hal berikut.
1. Memalingkan jiwanya dari ketergantungan kepada makhluk dengan menjaga kehormatan diri sehingga tidak berharap mendapatkan apa yang ada di tangan mereka, hingga ia tidak meminta kepada makhluk, baik secara lisan (lisanul maqal) maupun keadaan (lisanul hal).
Oleh karena itu, Rasulullah n bersabda kepada Umar z:
مَا أَتَاكَ مِنْ هذَا الْمَالِ وَأَنْتَ غَيْرُ مُشْرِفٍ وَلاَ سَائِلٍ فَخُذْهُ, وَمَا لاَ فَلاَ تُتْبِعْهُ نَفْسَكَ
“Harta yang mendatangimu dalam keadaan engkau tidak berambisi terhadapnya dan tidak pula memintanya, ambillah. Adapun yang tidak datang kepadamu, janganlah engkau/menggantungkan jiwamu kepadanya.” (HR. Al-Bukhari no. 1473 dan Muslim no. 2402)
Memutus ambisi hati dan meminta dengan lisan untuk menjaga kehormatan diri serta menghindar dari berutang budi kepada makhluk serta memutus ketergantungan hati kepada mereka, merupakan sebab yang kuat untuk mencapai ‘iffah.
2. Penyempurna perkara di atas adalah memaksa jiwa untuk melakukan hal kedua, yaitu merasa cukup dengan Allah l, percaya dengan pencukupan-Nya. Siapa yang bertawakal kepada Allah l, pasti Allah l akan mencukupinya. Inilah yang menjadi tujuan.
Yang pertama merupakan perantara kepada yang kedua ini, karena orang yang ingin menjaga diri untuk tidak berambisi terhadap yang dimiliki orang lain, tentu ia harus  memperkuat ketergantungan dirinya kepada Allah l, berharap dan berambisi terhadap keutamaan Allah l dan kebaikan-Nya, memperbaiki persangkaannya dan percaya kepada Rabbnya. Allah l itu mengikuti persangkaan baik hamba-Nya. Bila hamba menyangka baik, ia akan beroleh kebaikan. Sebaliknya, bila ia bersangka selain kebaikan, ia pun akan memperoleh apa yang disangkanya.
Setiap hal di atas meneguhkan yang lain sehingga memperkuatnya. Semakin kuat ketergantungan kepada Allah l, semakin lemah ketergantungan terhadap makhluk. Demikian pula sebaliknya.
Di antara doa yang pernah dipanjatkan oleh Nabi n:
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالْعَفَافَ وَالْغِنَى
“Ya Allah, aku memohon kepada-Mu petunjuk, ketakwaan, iffah, dan kecukupan.” (HR. Muslim no. 6842 dari Ibnu Mas’ud z)
Seluruh kebaikan terkumpul dalam doa ini. Al-huda (petunjuk) adalah ilmu yang bermanfaat, ketakwaan adalah amal saleh dan meninggalkan seluruh yang diharamkan. Hal ini membawa kebaikan agama.
Penyempurnanya adalah baik dan tenangnya hati, dengan tidak berharap kepada makhluk dan merasa cukup dengan Allah l. Orang yang merasa cukup dengan Allah l, dialah orang kaya yang sebenarnya, walaupun sedikit hartanya. Orang kaya bukanlah orang yang banyak hartanya. Akan tetapi, orang kaya yang hakiki adalah orang yang kaya hatinya.
Dengan ‘iffah dan kekayaan hati sempurnalah kehidupan yang baik bagi seorang hamba. Dia akan merasakan kenikmatan duniawi dan qana’ah/merasa cukup dengan apa yang Allah l berikan kepadanya.
Ketiga: Ucapan Nabi n:
وَمَنْ يَتَصَبَّرْ يُصَبِّرْهُ اللهُ
“Siapa yang menyabarkan dirinya, Allah l akan menjadikannya sabar.”
Keempat: Bila Allah l memberikan kesabaran kepada seorang hamba, itu merupakan pemberian yang paling utama, paling luas, dan paling agung, karena kesabaran itu akan bisa membantunya menghadapi berbagai masalah. Allah l berfirman:
“Mintalah pertolongan dengan sabar dan shalat.” (Al-Baqarah: 45)
Maknanya, dalam seluruh masalah kalian.
Sabar itu, sebagaimana seluruh akhlak yang lain, membutuhkan kesungguhan (mujahadah) dan latihan jiwa. Karena itulah, Rasulullah n mengatakan: وَمَنْ يَتَصَبَّرْ  “memaksa jiwanya untuk bersabar”, balasannya: يُصَبِّرهُ اللهُ  “Allah l akan menjadikannya sabar.”
Usaha dia akan berbuah bantuan Allah l terhadapnya.
Sabar itu disebut pemberian terbesar, karena sifat ini berkaitan dengan seluruh masalah hamba dan kesempurnaannya. Dalam setiap keadaan hamba membutuhkan kesabaran.
Ia membutuhkan kesabaran dalam taat kepada Allah l sehingga bisa menegakkan ketaatan tersebut dan menunaikannya.
Ia membutuhkan kesabaran untuk menjauhi maksiat kepada Allah l sehingga ia bisa meninggalkannya karena Allah l.
Ia membutuhkan sabar dalam menghadapi takdir Allah l yang menyakitkan sehingga ia tidak menyalahkan/murka terhadap takdir tersebut. Bahkan, ia pun tetap membutuhkan sabar menghadapi nikmat-nikmat Allah l dan hal-hal yang dicintai oleh jiwa sehingga tidak membiarkan jiwanya bangga dan bergembira yang tercela. Ia justru menyibukkan diri dengan bersyukur kepada Allah l.
Demikianlah, ia membutuhkan kesabaran dalam setiap keadaan. Dengan sabar, akan diperoleh keuntungan dan kesuksesan. Oleh karena itulah, Allah l menyebutkan ahlul jannah (penghuni surga) dengan firman-Nya:
Dan para malaikat masuk kepada tempat-tempat mereka dari semua pintu (sambil mengucapkan), “Keselamatan atas kalian berkat kesabaran kalian.” Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu. (Ar-Ra’d: 23—24)
Demikian pula firman-Nya:
“Mereka itulah yang dibalasi dengan martabat yang tinggi dalam surga karena kesabaran mereka….” (Al-Furqan: 75)
Dengan kesabaranlah mereka memperoleh surga berikut kenikmatannya dan mencapai tempat-tempat yang tinggi.
Seorang hamba hendaklah meminta keselamatan kepada Allah l, agar dihindarkan dari musibah yang ia tidak mengetahui akibatnya. Akan tetapi, bila musibah itu tetap menghampirinya, tugasnya adalah bersabar. Kesabaran merupakan hal yang diperintahkan dan Allah l-lah yang menolong hamba-Nya.
Allah l menjanjikan dalam kitab-Nya dan melalui lisan Rasul-Nya bahwa orang-orang yang bersabar akan beroleh ganjaran yang tinggi lagi mulia.
Allah l berjanji akan menolong mereka dalam semua urusan, menyertai mereka dengan penjagaan, taufik dan pelurusan-Nya, mencintai dan mengokohkan hati serta telapak kaki mereka.
Allah l akan memberikan ketenangan dan ketenteraman, memudahkan mereka melakukan banyak ketaatan.
Dia juga akan menjaga mereka dari penyelisihan.
Dia memberikan keutamaan kepada mereka dengan shalawat, rahmat, dan hidayah ketika tertimpa musibah.
Dia mengangkat mereka kepada tempat-tempat yang paling tinggi di dunia dan akhirat.
Dia berjanji menolong mereka, memudahkan menempuh jalan yang mudah, dan menjauhkan mereka dari kesulitan.
Dia menjanjikan mereka memperoleh kebahagiaan, keberuntungan, dan kesuksesan.
Dia juga akan memberi mereka pahala tanpa hitungan.
Dia akan mengganti apa yang luput dari mereka di dunia dengan ganti yang lebih banyak dan lebih baik daripada hal-hal yang mereka cintai yang telah diambil dari mereka.
Allah l pun akan mengganti hal-hal tidak menyenangkan yang menimpa mereka dengan ganti yang segera, banyaknya berlipat-lipat daripada musibah yang menimpa mereka.
Sabar itu pada mulanya sulit dan berat, namun pada akhirnya mudah lagi terpuji akibatnya. Ini sebagaimana dikatakan dalam bait syair berikut.
وَالصَّبْرُ مِثْلُ اسْمِهِ مُرٌّ مَذَاقَتُهُ
لَكِنَّ عَوَاقِبَهُ أَحْلَى مِنَ الْعَسَلِ
Sabar itu seperti namanya, pahit rasanya
Akan tetapi, akibatnya lebih manis daripada madu.
Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.
(Diterjemahkan Ummu Ishaq al-Atsariyyah dari kitab Bahjatu Qulubil Abrar wa Qurratu ‘Uyunil Akhyar fi Syarhi Jawami’il Akhbar, hadits ke-33, hlm. 9l—93, Al-’Allamah Asy-Syaikh Abdurrahman ibnu Nashir as-Sa’di t)

Sabtu, 07 Januari 2012

Murottal Al-Quran

0 komentar
Bagi yang ingin mendownload recitation Al-Quran ,dari khafidz timur tengah,saya sertakan beberapa di bawah ini.

[SND] 01 – Athaan.MP3 25-Jan-2010 07:46 2.3M
[SND] 02 – Surah an-Naba.mp3 25-Jan-2010 07:58 5.0M
[SND] 03 – Surah an-Naaziaat.mp3 25-Jan-2010 08:01 4.5M
[SND] 04 – Surah Abasa.mp3 25-Jan-2010 08:10 3.6M
[SND] 05 – Surah at-Takweer.mp3 25-Jan-2010 08:08 2.8M
[SND] 06 – Surah al-Infitaar.mp3 25-Jan-2010 08:14 2.1M
[SND] 07 – Surah al-Mutaffiffeen.mp3 25-Jan-2010 08:25 4.7M
[SND] 08 – Surah Inshiqaaq.mp3 25-Jan-2010 08:21 2.4M
[SND] 09 – Surah al-Burooj.mp3 25-Jan-2010 08:31 2.4M
[SND] 10 – Surah at-Taariq.mp3 25-Jan-2010 08:30 1.4M
[SND] 11 – Surah al-Alaa.mp3 25-Jan-2010 08:35 1.6M
[SND] 12 – Surah al-Ghaashiyah.mp3 25-Jan-2010 08:37 2.0M
[SND] 13 – Surah al-Fajr.mp3 25-Jan-2010 08:46 3.3M
[SND] 14 – Surah al-Balad.mp3 25-Jan-2010 08:42 1.7M
[SND] 15 – Surah ash-Shams.mp3 25-Jan-2010 08:48 1.7M
[SND] 16 – Surah al-Layl.mp3 25-Jan-2010 08:50 2.0M
[SND] 17 – Surah ad-Duhaa.mp3 25-Jan-2010 20:27 1.1M
[SND] 18 – Surah ash-Sharh.mp3 25-Jan-2010 20:27 787K
[SND] 19 – Surah at-Teen.mp3 25-Jan-2010 20:30 1.1M
[SND] 20 – Surah al-Alaq.mp3 25-Jan-2010 20:32 1.8M
[SND] 21 – Surah al-Qadr.mp3 25-Jan-2010 20:32 775K
[SND] 22 – Surah al-Bayyinah.mp3 25-Jan-2010 20:42 2.4M
[SND] 23 – Surah az-Zalzaalah.mp3 25-Jan-2010 20:34 1.0M
[SND] 24 – Surah al-Aadiyaat.mp3 25-Jan-2010 20:37 1.2M
[SND] 25 – Surah al-Qaariah.mp3 25-Jan-2010 20:39 1.1M
[SND] 26 – Surah at-Takaathur.mp3 25-Jan-2010 20:41 899K
[SND] 27 – Surah al-Asr.mp3 25-Jan-2010 20:42 496K
[SND] 28 – Surah al-Humazah.mp3 25-Jan-2010 20:46 933K
[SND] 29 – Surah al-Feel.mp3 25-Jan-2010 20:44 744K
[SND] 30 – Surah Quraysh.mp3 25-Jan-2010 20:45 672K
[SND] 31 – Surah al-Maaun.mp3 25-Jan-2010 20:47 876K
[SND] 32 – Surah al-Kawthar.mp3 25-Jan-2010 20:48 426K
[SND] 33 – Surah al-Kaafirun.mp3 25-Jan-2010 20:50 899K
[SND] 34 – Surah an-Nasr.mp3 25-Jan-2010 20:49 561K
[SND] 35 – Surah al-Masad.mp3 25-Jan-2010 20:51 641K
[SND] 36 – Surah al-Ikhlaas.mp3 25-Jan-2010 20:51 376K
[SND] 37 – Surah al-Falaq.mp3 25-Jan-2010 20:53 604K
[SND] 38 – Surah an-Naas.mp3 25-Jan-2010 20:53 764K

Kisah 25 Nabiyullah 'Alaihissalam

0 komentar
Nabi dan Rasul adalah manusia-manusia pilihan yang bertugas memberi petunjuk kepada manusia tentang keesaan Allah SWT dan membina mereka agar melaksanakan ajaran-Nya. Ciri-ciri mereka dikemukakan dalam Al-Qur’an,

"... ialah orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah Allah. Mereka takut kepada-Nya dan mereka tiada takut kepada seorang (pun) selain kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai pembuat perhitungan." (Q.S. Al Ahzab : 39).

Perbedaan antara Nabi dan Rasul adalah : seorang Nabi menerima wahyu dari Allah SWT untuk dirinya sendiri, sedangkan Rasul menerima wahyu dari Allah SWT guna disampaikan kepada segenap umatnya. Para Nabi dan Rasul mempunyai 4 sifat wajib dan 4 sifat mustahil, serta satu sifat jaiz, yaitu :

1.Shiddiq (benar), Mustahil ia Kizib (dusta).

2.Amanah (dapat dipercaya), mustahil Khianat (curang).

3.Tabliqh (Menyampaikan wahyu kepada umatnya), Mustahil Kitman (menyembunyikan Wahyu).

4.Fathonah (Pandai/cerdas), Mustahil Jahlun (Bodoh).

5.Bersifat jaiz yaitu Aradhul Basyariyah (sifat-sifat sebagaimana manusia).


Di dunia ini telah banyak Nabi dan Rasul telah diturunkan, tetapi yang wajib diketahui oleh umat Islam adalah sebanyak 25 Nabi dan Rasul, yaitu :


 
 
zwani.com myspace graphic comments